SUDUT PANDANG DAMPAK CORONA VIRUS (COVID-19) BAGI BISNIS UMKM

NAMA : VIRA AGUSTINA
NIM     : 01219067
PRODI : MANAGEMENT A1







Pada akhir bulan desember 2019 tepat di kota wuhan , negara china terjadi wabah corona virus (COVID-19). Sejak saat itu, virus tersebut menyebar dengan cepat ke seluruh dunia, tanpa kecuali Indonesia. 
Badan Kesehatan Dunia (WHO) pun telah mengumumkan wabah corona sebagai pandemik global. Artinya, ini persoalan kesehatan yang bersamaan mengancam banyak negara.
Karena penyebarannya yang begitu cepat, tak bisa dipungkiri virus corona berdampak pada perekonomian global.

Termasuk Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) justru menjadi sektor paling rentan kena hantaman pandemi virus corona. Sektor ini disebut ekonom tak bisa lagi menjadi penyangga perekonomian seperti saat krisis ekonomi dan keuangan 1998 dan 2008.Kinerja perekonomian Indonesia jelas akan ikut terdampak. Pertumbuhan ekonomi dan kinerja perdagangan nasional diprediksi turut lesu sebagai dampak melorotnya pertumbuhan ekonomi dan perdagangan global.
CONTOH PEDAGANG KECIL 
Sumiah, 58 tahun, berpangku tangan melihat lalu lalang kendaraan yang melintas di salah satu halte di bilangan Jalan Sudirman, Jakarta Pusat, Rabu sore (18/03). Tahu, bakwan, dan tempe goreng yang ia buat dari rumah, tampak masih penuh di wadahnya.
Biasanya, orang-orang yang hilir mudik membeli jajanannya. Tapi sejak penerapan 'belajar, bekerja dan beribadah dari rumah', dagangannya sepi. Pedagang kaki lima ini mengaku pendapatannya turun 50%.
"Biasa sudah pegang Rp300 ribu. Ini baru Rp100 ribu. Anyepnyepnyep. Sepi banget," katanya berkeluh kesah.
"Ini sudah dikurang-kurangi dagangannya, masak ikan asin sudah dikurangi 10 bungkus, ini (gorengan) biasa bawa 50, cuma bawa 30. Dikurangi banyak, tetap aja nggak habis," tambah Sumiah.
Sumiah adalah tulang punggung keluarga. Dia khawatir tak dapat melanjutkan biaya sekolah anak dan cucunya, lantaran suami sudah 10 tahun terkena stroke.
Ia bingung berapa lama lagi bisa bertahan untuk dagang jika kondisi penjualannya terus menurun.
"Aduh, ampun, buat makan saja kayaknya kembang kempis. Putar-puter kira-kira bisa buat jajan anak sekolah. Muter-muternggak karuan ngurangin belanjaan," katanya.
dan ada yang lain seperti "Ini sudah dikurang-kurangi dagangannya, masak ikan asin sudah dikurangi 10 bungkus, ini (gorengan) biasa bawa 50, cuma bawa 30. Dikurangi banyak, tetap aja nggak habis," tambah Sumiah.
Sumiah adalah tulang punggung keluarga. Dia khawatir tak dapat melanjutkan biaya sekolah anak dan cucunya, lantaran suami sudah 10 tahun terkena stroke.
Ia bingung berapa lama lagi bisa bertahan untuk dagang jika kondisi penjualannya terus menurun.
"Aduh, ampun, buat makan saja kayaknya kembang kempis. Putar-puter kira-kira bisa buat jajan anak sekolah. Muter-muternggak karuan ngurangin belanjaan," katanya.


Lain cerita dengan pelaku usaha kecil bidang konveksi di Bandung, Jawa Barat, Taufik Rosadi. Saat ini usahanya terpukul karena pelanggan mulai mengurangi pemesanan.
"Jadi ini 50%-60% (pendapatan berkurang) sudah mulai terasa. Jadi order-order yang kecil aja yang dijalankan projek-projek yang kecil," kata Taufik kepada BBC Indonesia, Rabu (18/03).
Selain itu, usahanya juga memerlukan bahan baku impor. Saat ini nilai rupiah terhadap dollar AS terus melemah. Pada Rabu (18/03), nilai tukar rupiah terhadap dollar AS mencapai Rp15.200 per US$1.
"Agak bingung juga di harga. Kan harga naik semua, dollar kan. Kain, yang terutama terasa banget," lanjut Taufik.
Ia berharap pemerintah segera mengambil tindakan cepat untuk mengendalian Covid-19. Jika kondisi ekonomi tak berubah, maka usahanya hanya bisa bertahan sampai Mei mendatang.
"Ini kalau sampai bulan Mei, juga sudah lumayan berat ya. Karena kita harus lewatin lebaran segala macam, saya juga harus (beri) THR, mulai terpikir kan," lanjut Taufik.
Sumiah dan Taufik merupakan dua di antara 116 juta orang yang bekerja di sektor UMKM di Indonesia. Data tahun 2017 dari Kementerian Koperasi dan UMKM menunjukkan sektor ini menyerap tenaga kerja hingga 97%, sekaligus penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 60%.
Jumlah UMKM yang tersebar di Indonesia sebanyak 62,9 juta unit yang meliputi perdagangan, pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan, pertambangan, pengolahan, bangunan, komunikasi, hotel, restoran dan jasa-jas.
dan masih banyak yang lain yang memilki usaha mengalami penurunan secara drastis dampak dari virus ini.
Saat Indonesia mengalami krisis moneter 1998, UMKM menjadi penyangga ekonomi nasional. Menyerap tenaga kerja, dan menggerakan perekonomian. Sementara 2008 di masa krisis keuangan global, UMKM tetap kuat menopang perekonomian.
Namun, sektor ini tetap tak bisa menahan krisis yang disebabkan Covid-19, kata Ekonom Senior Institute for Development of Economic and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati.
"Sangat berbeda dengan adanya Covid-19. Kalau krisis keuangan itu kan mereka yang tidak terafiliasi dengan sektor keuangan, nggak masalah. Banyak UMKM kita yang memang tidak pernah mendapatkan akses pembiayaan dari sektor finansial, ya aman-aman saja gitu kan," kata Enny Sri Hartati saat dihubungi BBC Indonesia, Rabu (18/03).
Enny melanjutkan, efek krisis ekonomi dan keuangan sebelumnya lebih terlokalisir di sektor-sektor tertentu. Kali ini, UMKM justru menjadi sektor yang paling rentan terhadap krisis ekonomi karena Covid-19.
"Nah kalau Covid-19 ini kan sudah di ratusan negara, siapa pun nggak bisa dengan mudah terhindar," lanjut Enny.
Saat ini yang perlu dilakukan pemerintah adalah mengendalikan penyebaran Covid-19. Sebab, menahan laju penyebaran Covid-19 akan berpengaruh terhadap perekonomian.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

UAS ETIKA BISNIS